BSW0TpYiGSY8GUroTUOoGfMiBA==
  • Default Language
  • Arabic
  • Basque
  • Bengali
  • Bulgaria
  • Catalan
  • Croatian
  • Czech
  • Chinese
  • Danish
  • Dutch
  • English (UK)
  • English (US)
  • Estonian
  • Filipino
  • Finnish
  • French
  • German
  • Greek
  • Hindi
  • Hungarian
  • Icelandic
  • Indonesian
  • Italian
  • Japanese
  • Kannada
  • Korean
  • Latvian
  • Lithuanian
  • Malay
  • Norwegian
  • Polish
  • Portugal
  • Romanian
  • Russian
  • Serbian
  • Taiwan
  • Slovak
  • Slovenian
  • liish
  • Swahili
  • Swedish
  • Tamil
  • Thailand
  • Ukrainian
  • Urdu
  • Vietnamese
  • Welsh

MPR RI Dorong Indonesia Jadi Pusat Produksi Bahan Bakar Penerbangan Hijau Asia

Eddy Soeparno menyampaikan komitmen Indonesia mengembangkan Sustainable Aviation Fuel (SAF) dan menargetkan posisi sebagai hub SAF Asia dalam sesi COP 30 Brazil (Foto: Dok. MPR RI)

REPORTER.ASIA --
Wakil Ketua MPR RI Eddy Soeparno menegaskan bahwa Indonesia memiliki potensi besar dalam pengembangan bahan bakar penerbangan berkelanjutan (Sustainable Aviation Fuel/SAF) yang bersumber dari minyak jelantah atau Used Cooking Oil (UCO). 

Dalam pidatonya pada sesi panel COP 30 di Brazil bertema “Accelerating Sustainable Fuel — Focusing on Used Cooking Oil (UCO) and Its Potential to Be Sustainable Aviation Fuel (SAF)” di Paviliun Indonesia, Eddy mengungkapkan bahwa Indonesia menghasilkan hingga 715 ribu ton minyak jelantah per tahun. Namun, baru sekitar 23 persen yang berhasil dikumpulkan.

Ia menilai kondisi tersebut sebagai tantangan sekaligus peluang strategis untuk membangun sistem pengumpulan nasional yang terintegrasi antara masyarakat, pemerintah daerah, dan industri. 

“Tantangan kita bukan soal teknologi, tetapi menciptakan ekosistem pengumpulan minyak jelantah di rumah tangga, restoran, hotel yang terkoordinasi. Kita harus memastikan minyak jelantah tidak lagi dibuang, tetapi dikumpulkan, disertifikasi, dan diolah menjadi bahan bakar penerbangan masa depan,” ujarnya.

Eddy menekankan bahwa pengembangan SAF bukan hanya solusi lingkungan, tetapi juga langkah konkret menuju kemandirian energi nasional dan transformasi ekonomi hijau Indonesia. 

“Kita tidak sedang bicara proyek kecil atau sekadar uji coba. SAF adalah langkah konkret menuju kemandirian energi dan lompatan ekonomi hijau Indonesia. Dari dapur rumah tangga hingga bandara internasional, minyak jelantah yang dulu dianggap limbah kini bisa menjadi sumber energi bersih yang bernilai tinggi,” tegasnya.

Ia menjelaskan bahwa melalui ekspansi green refinery Pertamina di Cilacap dan Plaju, Indonesia menargetkan produksi lebih dari satu juta kiloliter SAF per tahun pada 2030. Dari jumlah tersebut, sekitar 861 ribu kiloliter akan digunakan untuk kebutuhan domestik, sementara sisanya berpotensi diekspor. 

“Bayangkan, kita bukan hanya memenuhi kebutuhan sendiri, tetapi juga bisa mengekspor bahan bakar hijau ke negara lain. Ini adalah peluang ekonomi baru bagi bangsa menjadi pusat produksi SAF di Asia,” jelasnya.

Selain itu, Eddy Soeparno juga menyoroti pentingnya inovasi teknologi dalam pengembangan SAF generasi baru, termasuk *Power-to-Liquid* dan sistem distribusi SAF ke bandara utama agar masuk dalam rantai pasok penerbangan komersial. 

Ia menyebut, bila sistem nasional terbangun secara utuh, Indonesia dapat menghasilkan hingga 187 ribu kiloliter SAF per tahun, menekan emisi karbon sebesar 0,5 juta ton CO₂, serta membuka 30 ribu lapangan kerja hijau. “Ini bukan angka kecil—ini masa depan ekonomi hijau Indonesia,” kata anggota DPR RI Komisi VII tersebut.

Sebagai bagian dari lembaga negara, Eddy menegaskan komitmen MPR RI dalam mendukung regulasi transisi energi bersih melalui pembahasan sejumlah rancangan undang-undang strategis seperti RUU Energi Terbarukan, RUU Perubahan Iklim, RUU Listrik, dan RUU Migas. Ia menambahkan bahwa MPR RI bertekad memastikan transisi energi tidak berhenti di tingkat wacana, tetapi terlaksana di lapangan. 

“MPR berkomitmen menjadi penggerak kebijakan yang memastikan transisi energi tidak berhenti di niat, tapi berjalan di lapangan. Kami ingin memastikan SAF bukan sekadar pilot project, tetapi menjadi komitmen nasional yang menempatkan Pertamina sebagai pemimpin regional bahan bakar penerbangan berkelanjutan,” tutup Eddy Soeparno.

Type above and press Enter to search.