REPORTER.ASIA -- Pertemuan Menteri Hukum ASEAN–Jepang Pertama (ALAWMM + Jepang) yang digelar di Manila, Filipina, pada Sabtu (15/11/2025), menjadi momentum penting dalam penguatan arsitektur kerja sama hukum kawasan.
Dalam kerangka dinamika global yang semakin kompleks, isu-isu hukum lintas negara membutuhkan mekanisme dialog yang relevan serta program kolaboratif yang mampu menjawab kebutuhan bersama.
Pada sesi utama, Jepang menyampaikan sejumlah usulan strategis sebagai bagian dari upaya memperkuat kerja sama hukum di masa mendatang.
Menteri Kehakiman Jepang, Hiroshi Hiraguchi, mengusulkan program di bawah Rencana Kerja ASEAN–Jepang di Bidang Hukum dan Keadilan, termasuk kerja sama criminal justice dan seminar intellectual property.
Program-program tersebut dinilai penting untuk menjawab prioritas hukum bersama di kawasan dan mendorong sinergi berbasis kebutuhan nyata negara anggota.
Pertemuan tingkat menteri ini dihadiri Sekretaris Jenderal ASEAN, Dr. Kao Kim Hourn, yang menegaskan bahwa konsistensi komitmen kedua pihak dalam memperkuat bidang hukum dan keadilan merupakan salah satu aspek penting dalam kemitraan ASEAN–Jepang.
Dari pihak Indonesia, Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menyampaikan intervensi yang menyoroti isu kekayaan intelektual, khususnya berkaitan dengan royalti dan perkembangan artificial intelligence.
Ia mengusulkan penyelenggaraan pertemuan atau workshop khusus antara Jepang dan ASEAN untuk membahas kekayaan intelektual terkait royalti dari musik dan konten media yang diproduksi atau digunakan oleh artificial intelligence platform global.
Usulan tersebut relevan dengan posisi Indonesia yang tengah mengajukan Indonesia Proposal terkait royalti untuk dibahas dalam sidang Standing Committee on Copyright and Related Rights (SCCR) di kantor World Intellectual Property Organization (WIPO), Jenewa, Swiss, pada Desember 2025.
Selain isu royalti, Supratman juga menekankan pentingnya keberlanjutan kerja sama dalam pengembangan kerangka hukum, khususnya di bidang perdata dan komersial.
Dia menegaskan bahwa perkembangan ekonomi digital dan intensifikasi perdagangan kawasan harus diimbangi dengan harmonisasi hukum yang kuat, termasuk penyelarasan kebijakan dan penyusunan perangkat hukum yang responsif terhadap kebutuhan lintas negara.
Negara-negara anggota ASEAN lainnya juga menyampaikan aspirasi mereka mengenai pentingnya mendukung implementasi Rencana Kerja ASEAN–Jepang secara efektif.
Masukan tersebut mencakup dorongan untuk memperluas cakupan kerja sama, memperkuat kapasitas nasional masing-masing negara, serta memastikan bahwa program yang diusulkan dapat memberikan dampak nyata terhadap penguatan sistem hukum di kawasan.
Pertemuan perdana ini menjadi fondasi bagi kerja sama ASEAN–Jepang yang lebih terstruktur dalam bidang hukum dan keadilan. Dengan adanya usulan program kerja, penekanan pada isu kekayaan intelektual, serta komitmen implementasi bersama, kedua pihak menegaskan bahwa kemitraan hukum merupakan bagian penting dari arsitektur stabilitas dan pembangunan kawasan.
