REPORTER.ASIA -- Upaya penguatan ekonomi biru di kawasan Asia Tenggara kembali mendapatkan perhatian melalui forum ilmiah dan kebijakan yang mempertemukan para pemangku kepentingan regional.
Pengembangan ekonomi biru, yang menekankan pemanfaatan sumber daya perairan secara berkelanjutan, menjadi salah satu agenda prioritas ASEAN dalam menghadapi krisis iklim, degradasi ekosistem pesisir, serta kebutuhan pendanaan konservasi yang terus meningkat.
Dalam konteks tersebut, penguatan instrumen pengetahuan, data ilmiah, dan pembiayaan menjadi pondasi penting untuk memastikan keberlanjutan ekosistem pesisir dan air tawar di kawasan.
Dalam forum ASEAN Regional Workshop on Blue Carbon and Finance Profiling yang diselenggarakan pada 27–28 November 2025 di Jakarta, Deputi Menteri Bidang Pengembangan Makro BAPPENAS, Chandra Buana, yang mewakili ASEAN sebagai Shepherd ACTF-BE, menegaskan bahwa penguatan blue carbon dan blue finance merupakan pilar penting dalam agenda ekonomi biru ASEAN.
“Workshop ini menunjukkan bagaimana negara-negara ASEAN dapat bekerja secara kolektif untuk memperkuat pengetahuan bersama. Dan, mengembangkan pendekatan yang mendukung pembangunan berkelanjutan di kawasan,” ujarnya.
Chandra menekankan aspek karbon biru dan pembiayaan biru sebagai elemen strategis untuk memetakan nilai ekosistem pesisir sekaligus menarik investasi keberlanjutan.
Proyek ASEAN Blue Carbon and Finance Profiling
Workshop regional yang digelar di Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/BAPPENAS itu merupakan bagian dari Proyek ASEAN Blue Carbon and Finance Profiling (ABCFP). Inisiatif ini didanai Pemerintah Jepang dan diimplementasikan oleh UNDP Indonesia bersama ASEAN Coordinating Task Force on Blue Economy (ACTF-BE).
Proyek tersebut dirancang untuk membantu negara-negara ASEAN memahami kondisi serta nilai ekonomi ekosistem pesisir dan biru, sehingga kebijakan yang dirumuskan dapat lebih tepat sasaran dan berpotensi menarik pembiayaan baru bagi upaya perlindungan dan restorasi ekosistem.
Sebanyak 30 pakar teknis dari negara anggota ASEAN hadir untuk membahas penguatan metodologi pengumpulan data, meninjau pendekatan analitis, serta menyusun 11 Blue Carbon Profiles dan 11 Blue Finance Profiles tingkat nasional.
Selain itu, dua profil regional juga dikembangkan untuk memperkuat analisis lintas negara dan menyediakan gambaran umum mengenai potensi karbon biru dan kebutuhan pendanaannya di tingkat kawasan.
Seluruh profil tersebut dijadwalkan diluncurkan pada Maret 2026 dan ditujukan memberikan pemahaman lebih komprehensif bagi pemerintah mengenai aset lingkungan berbasis karbon biru serta urgensi pendanaan dalam menjaga keberlanjutan perairan pesisir.
Peluncuran profil-profil tersebut juga diharapkan mendukung pemerintah dalam menyusun kebijakan aplikatif untuk perlindungan pesisir, memperkuat strategi mitigasi dan adaptasi iklim, serta mendorong investasi pada sektor ekonomi biru berkelanjutan.
Dengan pemetaan yang lebih akurat, negara-negara ASEAN diyakini memiliki landasan yang lebih kuat untuk memperluas program restorasi mangrove, meningkatkan konservasi lahan basah, serta mengoptimalkan kontribusi karbon biru dalam pencapaian target iklim nasional.
Pengembangan Ekonomi Biru Berkelanjutan
Kemitraan regional dan internasional turut mengemuka dalam penyelenggaraan proyek ini. Perwakilan Pemerintah Jepang untuk ASEAN, Chujo Kazuo, Minister/Deputy Chief of Mission, menegaskan kembali hubungan erat Jepang dengan ASEAN serta komitmennya dalam mendukung pengembangan ekonomi biru berkelanjutan.
Ia menyampaikan bahwa kolaborasi dengan para ahli lokal dan pemangku kepentingan regional merupakan elemen penting bagi keberhasilan program.
“Jepang memandang penting kolaborasi dengan mitra regional dan para ahli lokal. Keahlian harus berakar pada pengetahuan lokal, dan kebijakan harus dibentuk melalui kepemilikan regional,” katanya.
Selain aspek kebijakan, kolaborasi ilmiah juga menjadi perhatian utama. Sujala Pant, Deputy Resident Representative UNDP Indonesia, menyoroti kuatnya dukungan akademik yang terlibat dalam proses penyusunan profil karbon biru dan keuangan biru tersebut.
Sujala menjelaskan bahwa proses profiling melibatkan 98 pakar individu dari 35 institusi akademik dan riset di seluruh ASEAN dan Timor-Leste. Keterlibatan luas para ilmuwan ini memperkuat kualitas data dan analisis yang menjadi dasar penyusunan profil-profil yang akan diluncurkan.
Melalui langkah kolektif ini, ASEAN mendorong penguatan basis pengetahuan dan pendanaan untuk memastikan keberlanjutan ekosistem pesisir serta ketahanan iklim kawasan. Kolaborasi lintas negara, dukungan akademik, dan kemitraan internasional menjadi bagian integral dalam memperkuat agenda ekonomi biru yang adaptif dan inklusif.
